KRI KOMUNIS ?
Setelah Forkot (Forum Kota) demonstrasi, Amien Rais berkomentar. Ia mengatakan bahwa Komite Rakyat Indonesia (KRI) -- salah satu tuntutan Forkot -- mengarah ke negara komunis.
Komite Rakyat Indonesia (KRI) adalah konsep pemerintahan transisi yang ditawarkan Forkot. Pemerintahan ini akan berkuasa sampai dilaksanakan pemilu yang demokratis. "Pemerintahan" Habibie tidak sah, karena tidak dipilih oleh rakyat.
KRI mirip dengan yang ditawarkan PRD, yaitu Dewan Rakyat. Sementara Rektor UGM, Ichasul Amal, juga mempunyai konsep yang mirip. Ichasul menyebutnya Presidium Kepemimpinan Nasional (PKN). Apabila kita cermati, konsep pemerin-tahan transisi ini, dibentuk sedemokratis mungkin. Semua kelompok yang selama ini memperjuangkan demokrasi sejati masuk di dalamnya. Bentuknya adalah dewan, sehingga dapat dikontrol oleh orang banyak, tidak ada dominasi kekuatan oleh salah satu kelompok. Jika menyeleweng, bisa di-recall seketika. Jauh dari sifat elitis. Forkot memberikan kriteria orang-orang yang dapat duduk di pemerintahan transisi, yaitu: mempunyai massa riil, mampu mengatasi krisis, tidak cacat moral serta tidak memiliki skandal publik.
Aneh kalau Amien Rais, kemudian diikuti Loekman Soetrisno, mengatakan konsep pemerintahan transisi tersebut mengarah ke konsep negara yang komunistis. Alasanya, menurut mereka, karena rakyat langsung yang akan tampil memimpin. "Komite Rakyat", kata Amien, bahasa Rusianya berarti Sovyet.
Salah kalau rakyat "memimpin" negeri ini ? Amien dan Loekman terburu-buru menilai konsep pemerintahan transisi di atas. Rupanya, "Bapak Reformasi" sudah terjebak mengikuti sikap para jenderal : sedikit-sedikit dibilang komunis.
Satu hal lagi yang lucu. Amien tidak setuju kalau mahasiswa demonstrasi menuntut Habibie mundur. Alasannya, nanti presiden yang mengganti Habibie juga akan digulingkan oleh demonstrasi. Maka Amien mengajak "bersabar" menunggu Pemilu.
Sungguh lucu ! Tentu Amien tahu, jika pengganti Habibie menjalankan kehendak rakyat, dia tidak akan digulingkan oleh demonstrasi. Ajakan menunggu Pemilu justeru harus dipertanyakan. Sebab, tidak ada tanda-tanda Pemilu akan berlangung demokratis. Walaupun tidak demokratis, nampaknya Amien melihat partainya, PAN, punya peluang di Pemilu nanti. Apakah ini alasan yang sesungguhnya ?***