REJIM TERUS MENINDAS, RAKYAT TERUS MELAWAN
Habibie tidak dapat mengatasi krisis. Parahnya, "pondasi" warisan diktator Soeharto ia pertahankan. KKN tidak ia bersihkan secara serius. Kerusuhan pun meletus lagi di mana-mana.
Perlawanan rakyat terhadap penindasan tidak pernah berhenti. Seperti sebelum Soeharto mundur, perlawan terhadap kediktatoran menyebar di seluruh pelosok negeri ini. Di "Serambi Mekah", Rakyat Aceh yang selama ini ditindas oleh rejim Soeharto, tidak mampu lagi menahan "bara api" yang mereka simpan 10 tahun lebih. Sebuah markas tentara yang diduga tempat penyiksaan dibumihanguskan rakyat. Beberapa kantor pemerintah juga tidak luput dari pelampiasan massa. Kerusuhan meletus saat tentara ditarik dari wilayah ini, sehubungan status Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) diakhiri.
Di Cilacap, ribuan nelayan mengamuk. Sepuluh kapal pukat harimau, lima mobil, enam gudang benur udang, menjadi sasaran kema-rahan. Sementara itu di Medan, yang selama ini memang dikenal dengan daerah "panas" tidak mau ketinggalan melawan penindasan. Ribuan sopir angkutan kota turun ke jalan. Mereka menuntut penurunan suku cadang mobil yang melambung tinggi. Akibatnya, Medan lumpuh.
Di Bagansiapi-api, Riau, rakyat juga mengamuk. Penyebabnya adalah langkanya barang kebutuhan pokok. Rakyat panik, sehingga isu kecil tentang perkelahian berubah menjadi amuk massa. Beberapa markas tentara, kantor pemerintah, dan toko-toko besar dihancurkan massa. Kejadian serupa terjadi di Kebumen dan di Luwu (Ujung Pandang). Di Luwu 3 0rang mati, 172 rumah dibakar massa.
Sementara di Pontianak, warga mengambil alih beras yang ada di gudang-gudang pemerintah. Pokok persoalanya sama, masalah sembako yang semakin tidak terbeli oleh rakyat.
Di Jambi, rakyat membakar bangsal PT. Perkebunan Nusantara IV, Batanghari. Karena perusahaan tersebut ingkar janji. Tanah perkebunan seluas 2 hektar belum juga diberi-kan, akibatnya warga kesulitan menghidupi keluarganya.
Hal diatas menunjukkan bahwa rakyat se-makin sengsara. Di era yang katanya "era reformasi", keadaan makin memprihatinkan. Molonjaknya harga barang kebutuhan pokok, merupakan masalah yang sangat sensitif. Rejim Habibie sendiri kelihatan tidak berdaya mengatasi keadaan ini.
Kejadian-kejadian di atas juga menunjuk-kan bahwa rakyat tidak dapat dibodohi lagi. Setelah tumbangnya Soeharto, perlawanan rakyat tidak surut, bahkan bertambah radikal. Kalau ketika Soeharto belum lengser, perlawanan masih terkosentrasi di kampus, kini perlawanan sudah menyebar. Bahkan sampai kepelosok-pelosok desa. Perlawanan tidak hanya sebatas mibar bebas, tetapi sudah sampai aksi ambil alih tanah. Mereka tidak takut lagi terhadap militer atau birokrat. Tembakan peringatan mereka sambut dengan gelak tawa. Di banyak tempat, perlawanan mulai ter-organisir. Sudah banyak terbentuk komite-komite buatan rakyat sendiri. Kebutuhan selanjutnya adalah menyatukan tindakan. Tanpa satuan tindakan, rakyat yang sudah terkumpul dalam berbagai wadah perjuangan tidak akan menjadi kekuatan yang besar bagi dirinya sendiri. Alat untuk ini adalah front persatuan atau aliansi.Front/aliansi berdasarkan:
Ada dugaan bahwa aksi pembakaran seperti di Cilacap, Bagansiapi-api, Kebumen dan Aceh karena adanya provokasi militer. Tentara menghalang-halangi aksi tersebut, sehingga massa marah. Untuk kasus Aceh, militer sengaja mem-provokasi kerusuhan untuk melegitimasi tindakan militeris di wilayah itu. Militer secara politik sudah kalah, sehingga status Aceh sebagai daerah operasi militer harus dicabut. Dengan demikian, tentara harus ditarik dari wilayah itu. Untuk menunjukkan bahwa operasi militer masih diperlukan di Aceh, militer memprovokasi keru-suhan. Beberapa intel mempelopori pelemparan tentara yang sedang ditarik pulang dengan batu. Tentu, rakyat yang memang sudah benci dengan tentara mengikuti ini. Sehingga terjadi bentrokan. Dan militerpun punya bukti: operasi militer masih diperlukan.
Namun, apapun pemicu kerusuhan di berbagai kota tersebut, membuktikan bahwa rakyat tidak puas dan tingkat perlawanan rakyat semakin tinggi. Konsesi-konsesi yang diberikan rejim tidak mampu menidurkan rakyat. Mengapa demikian? Karena persoalan rakyat yang paling mendasar belum juga terpenuhi. Kelaparan semakin mengancam rakyat.
Anarki adalah tidak ada kepemimpinan dan tidak adanya organisasi. Wadah-wadah perlawanan sudah terbentuk di banyak tempat, namun belum di semua tempat. Oleh karena itu, kebutuhan organisasi bagi rakyat adalah kebutuhan yang mendesak. Organisasi rakyat akan mempunyai tiga fungsi pokok: ekonomi, politik dan keamanan rakyat. Fungsi ekonomi adalah mengontrol dan memeratakan sembako bagi rakyat. Fungsi politik adalah untuk mendesakkan perubahan yang demokratis. Fungsi keamanannya adalah untuk menghadapi teror militer.***