Bahasan Berita 5

 

SIAPA BERHAK SITA HARTA SOEHARTO

 

Saat ini sedang ramai-ramainya pembicaraan tentang kekayaan Soeharto. "Pemerintahan" Habibie sendiri tidak serius menangani persoalan ini. Akankah harta rakyat yang dijarah Soeharto dibiarkan menguap ?

Selama menjadi presiden, Soeharto merekayasa agar segala peraturan yang ada menguntungkan bisnis anak, kroni dan tentunya dia sendiri. Puluhan Keputusan Presiden (Kepres) dan undang-undang ia keluarkan. Tujuannya hanya satu : agar ia dapat "menjarah" harta rakyat. Dari riset majalah Forbes, harta Soeharto diperkirakan sekitar 16 milyar dolar AS. Tentu bukan jumlah yang kecil. Namun, Soeharto membantah. Ia mengaku tidak punya simpanan se-peser-pun atas nama dirinya, baik di dalam maupun di luar negeri. Masuk akalkah ini ? Watak dari rejim diktator adalah akumulasi -- baik politik, ekonomi, sosial budaya. Dalam hal ekonomi, rejim diktator berusaha keras mengakumulasi kekayaan. Semua aset ekonomi bangsa harus bermuara pada sang diktator. Kita tentunya masih ingat bagaimana Marcos menumpuk harta yang dirampas dari rakyat. Begitu juga yang dilakukan Soeharto. Semenjak Soeharto lengser banyak sekali demonstrasi yang menuntut agar harta Soeharto disita. Rakyat sebenarnya sudah tahu kalau kekayaan Soeharto adalah milik bangsa ini. Desakan dari rakyat ini memaksa "pemerintahan" Habibie untuk memeriksa harta Soeharto. Namun, terlihat sangat lamban dan malu-malu. Wajarlah, Habibie kan "anak emas" Soeharto.

Padahal masalah ini menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia, apalagi sedang dilanda krisis ekonomi. Apabila harta Soeharto, keluarga dan kroninya dapat kita sita, tentu dapat meringankan beban rakyat saat ini.

Apa yang dilakukan rakyat selama ini tidak salah, ketika mengambil alih secara langsung harta Soeharto. Seperti ambil alih tanah dan ternak di Tapos. Kita memang tidak bisa menunggu dan mempercayai apa yang dikerjakan oleh Habibie. Penyitaan harta Soeharto harus dilakukan dan dikontrol oleh rakyat sendiri. Tentu, alatnya adalah organisas-organisasi rakyat. Kalau dilakukan pemerintah, tentu kemungkinan diselewengkan sangat besar. Kita tahu sendiri, lembaga kontrol, baik itu DPR maupun BPK, selama ini tidak pernah berfungsi. Agar pengambilalihan harta Soeharto oleh rakyat dapat berjalan dengan tertib, maka diperlukan wadah. Wadah ini harus terdiri dari wakil-wakil yang dipilih dan dikontrol langsung oleh rakyat. Di sinilah Dewan Rakyat berfungsi. Dengan dilakukan oleh suatu dewan, maka penyelewengan akan terhindari, rakyat dapat mengetahui secara langsung berapa harta yang disita. Dan penggunaannya ditentukan oleh rakyat sendiri, misalnya untuk memenuhi kebutuhan pokok (beras, minyak goreng, dll). Jadi rakyatlah yang berhak menyita harta Soeharto, bukan pemerintahan Habibie yang juga penuh KKN.***

 

 

 

[kembali ke halaman menu] [kembali ke indeks edisi]