Bahasan Berita 9

 

14 TAHUN "TANJUNG PRIOK"

 

Peristiwa Tanjung Priok memang terjadi 14 tahun yang lalu, namun tidak akan pernah dilupakan dalam sejarah Indonesia. 1.000 lebih Ummat Islam gugur ditembus peluru. Namun peristiwa ini tidak pernah diusut secara tuntas oleh rejim Soeharto maupun Habibie. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab terhadap tragedi ini ?

Tidak sulit, sebenarnya, untuk mencari orang yang harus bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut. Mereka gugur karena ditembus peluru tentara, jadi yang bertanggungjawab pimpinan tentara waktu itu. Pada saat peristiwa Tanjung Priok meletus, Benny Moerdani adalah Pangap dan Pangdam Jaya dipegang oleh Try Sutrisno. Jelaslah kedua orang inilah, di samping Soeharto, yang bertanggung jawab terhadap tragedi berdarah itu.

Aneh memang, seorang Try Sutrisno yang pernah terlibat dalam pembantaian massal pernah menduduki jabatan wakil presiden. Dimanakah peranan wakil rakyat yang duduk MPR/DPR? Berarti pula, DPR/MPR waktu itu juga turut punya dosa. Kekeliruan dalam melihat figur Try Sutrisno masih terjadi sampai saat ini. Tidak luput seorang Arief Budiman, ia memasukkan nama Try Sutrisno sebagai salah satu nama yang pantas duduk dalam pemerintahan transisi versinya. Banyak rakyat yang mengagumi Try Sutrisno, hanya karena wajahnya mirip Bung Karno. Bahkan seorang paranomal mengatakan dia adalah satrio piningit, yang punya kans besar menjadi presiden pasca Soeharto.

Begitu juga penilaian sebagian orang terhadap LB Moerdani. Ia dikatakan seorang jenderal yang kritis, karena berani menentang Soeharto. Kalaupun Benny Moerdani pernah kritis terhadap Soeharto, disebabkan posisinya yang terjepit waktu itu. Apabila kita cermat membuka lembaran sejarah, maka dosa Benny Moerdani amatlah banyak. Benny Moerdani yang memulai operasi militer pertama ketika invansi ke Timor Timur. Ia juga yang memerintahkan operasi intelejen untuk melakukan pembunuhan misterius (petrus), dan tentunya pembantaian massal di Tanjung Priok.

Ini merupakan pelajaran berharga bagi kita untuk tidak terkecoh terhadap fenomena. Apalagi saat ini, banyak orang yang mengaku sebagai pelopor reformasi. Padahal, sebelum Soeharto terguling orang-orang ini ikut mendukung rejim Orba.

Di samping pertanggungjawaban hukum terhadap mereka, yang lebih penting adalah menciptakan sistem politik baru yang mengembalikan tentara ke fungsi seharusnya: tentara profesional. Tugas tentara adalah menghadapi serangan dari luar. Untuk mengatasi keresahan sosial, cukup polisi (yang tentunya harus berdiri di luar ABRI).***

 

 

 

[kembali ke halaman menu] [kembali ke indeks edisi]