BENTROK ANTARA BURUH DAN MILITER TERULANG KEMBALI
Perlawanan kaum buruh untuk membebaskan diri dari penghisapan kaum pemilik modal selalu berhadapan dengan militer. Keduanya memang tidak dapat didamaikan. Mana yang kuat yang akan memenangkan "pertempuran ini : kaum buruh atau militer sebagai penjaga pemilik modal ?
Bentrokan antara buruh dengan militer kembali terjadi. Tanggal 25/08/98, di depan kantor YLBHI, Jl. Diponegoro 74, bentrokan ini terjadi. Dua puluh buruh luka akibat kebrutalan militer. Ini terjadi ketika Komite Reformasi Kaum Buruh (KRKB) meninggalkan halaman YLBHI menuju kantor International Labour Organisation (ILO). KRKB merupakan organisasi buruh PT.Tyfountex yang di-PHK. Mereka datang dari Solo, Jawa Tengah, ke Jakarta dengan menyewa bus. Maksud mereka hendak memperjuangkan nasib, tetapi pentungan militer yang mereka terima.
Represi militer terhadap aksi-aksi masih terus berlangsung. Watak mereka tidak berubah, baik sebelum maupun sesudah Soeharto tumbang. Seharusnya militer menempati tempat tersendiri, yaitu di barak. Mereka dipisahkan dari urusan politik, karena mereka besenjata. Apabila dibiarkan "berkeliaran" seperti di Indonesia, mereka berbuat sewenang-wenang. Walupun di tempatkan di barak, kontrol terhadap tentara tetap pada kekuatan sipil. Karena memang tentara merupakan alat sipil untuk menjaga kedaulatan negara, bukan sebaliknya, menindas rakyat.
Militansi Kaum Buruh
Aksi KRKB mengajarkan militansi dalam suatu perjuangan, entah itu tuntutan politik atau ekonomi. Mereka datang dari Solo ke Jakarta dengan biaya sendiri. Jumlah uang yang mereka kumpulkan hanya cukup untuk biaya berangkat.
Di Jakarta, ketika akan memulai aksi, militer yang mereka hadapi. Bentrokanpun tidak dapat dihindari, korbanpun berjatuhan. Kapokkah mereka ? Buruh yang bergabung dalam KRKB telah bertekad, mereka tidak akan pulang dengan tangan kosong. Keesokan harinya, mereka mendatangi kantor Menteri Tenaga Kerja. Fahmi Idris, Menaker, menemui mereka, namun persoalan mereka tetap tidak terselesaikan. Malah cap "komunis" yang mereka terima.
Segala bentuk kompromi memang tidak akan menyelesaikan masalah. Dengan apa adanya mereka bertahan di halaman kantor Menaker selama 3 hari. Siang kepanasan, malam kedinginan. Namun tidak mengendorkan semangat mereka sedikitpun. Siang sampai sore KRKB melakukan mimbar bebas. Beberapa yel-yel seperti : "buruh bersatu ganyang kapitalisme, buruh bersatu ganyang militerisme", berkumandang. Kaum buruh memiliki militansi yang tinggi karena terlatih dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bekerja dari pagi sampai sore. Disinilah mereka belajar untuk berjuang keras agar dapat terus hidup. Militansi ini ditunjukkan dalam setiap aksi-aksi buruh. Betapa gigihnya mereka, militer dihadapi dengan penuh keberanian. Padahal, kebanyakan diantara mereka adalah buruh perempuan.
Di samping memiliki militansi yang tinggi, buruh juga terbiasa hidup kolektif di pabrik. Sehingga kalau ada masalah, mereka bisa menyelesaikan secara bersama-sama (misalnya: ada masalah PHK). Dua hal inilah -- militansi dan kolektifitas -- yang perlu kita contoh dari kaum buruh.***